Sabtu, 29 Mei 2010

Anak berkebutuhan khusus

Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.

“Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah mereka disisihkan. Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan,” kata Ny Mufidah Jusuf Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).

Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian Grahita, wisuda ini sangat berarti bagi anak-anak down syndrome. “Inilah bukti cinta orangtua dan sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik awal. Saatnya masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami,” katanya.

Down syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom yang ke-21. Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan tiga kromosom (trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan genetik.

Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30 anak yang diwisuda. Tujuh anak adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak adalah alumnus SLB Dian Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu, mereka sangat antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari rekan-rekan mereka.

Menurut Ketua Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Aryanti Rosihan Yacub, setelah tamat sekolah, anak-anak pada umumnya akan mengejar masa depan. Akan tetapi, para orangtua anak-anak down syndrome justru mengalami ketakutan bagaimana masa depan anak-anak mereka karena keterbatasannya.

“Karena itu ada ISDI, agar kehidupan mereka berguna dan berarti. Ada banyak rintangan dan cucuran air mata. Asuransi kesehatan pun menolak mereka karena takut rugi. Tetapi, dengan keterbatasan mereka, anak-anak ini sebetulnya juga dapat berprestasi mengangkat nama bangsa dan negara di dunia internasional,” kata Aryanti.

Kimberly, yang baru saja lulus SD (biasa dipanggil Kim Kim) pada SLB Dian Grahita, misalnya. Walaupun untuk berjalan saja Kim Kim mengalami kesulitan, tetapi begitu “nyemplung” ke kolam renang, ia bak ikat pesut yang bergerak cepat.

Michael Rosihan Yacub, yang lulus SMP, telah berpraktik kerja di British International School. Ia pun mampu mandiri. Robby Eko Raharja yang juga lulus SMP, selain lincah memainkan keyboard juga menang terus dalam acara-acara pekan olahraga.

Alumni SLB Dian Grahita, seperti Adrian Raharja, pun pernah menjadi juara I renang Porcaba 2005, mendapatkan medali perak Bocce di Taipei (Taiwan), juara I Bocce Porcaba 2007.

Tak semua anak down syndrome menyusahkan keluarganya. Seperti Marisa (16), siswa SMA Triasih di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Ia bisa mandiri dan sangat senang menari.

Betapa pun anak-anak, down syndrome ada di sekeliling kita. Adalah kewajiban kita untuk membekali mereka dengan keterampilan guna menghadapi masa depan…. (LOK)

Sumber:http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/08/humaniora/3749099.htm, Rabu, 08 Agustus 2007

Anak berkebutuhan khusus

Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.

“Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah mereka disisihkan. Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan,” kata Ny Mufidah Jusuf Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).

Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian Grahita, wisuda ini sangat berarti bagi anak-anak down syndrome. “Inilah bukti cinta orangtua dan sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik awal. Saatnya masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami,” katanya.

Down syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom yang ke-21. Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan tiga kromosom (trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan genetik.

Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30 anak yang diwisuda. Tujuh anak adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak adalah alumnus SLB Dian Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu, mereka sangat antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari rekan-rekan mereka.

Menurut Ketua Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Aryanti Rosihan Yacub, setelah tamat sekolah, anak-anak pada umumnya akan mengejar masa depan. Akan tetapi, para orangtua anak-anak down syndrome justru mengalami ketakutan bagaimana masa depan anak-anak mereka karena keterbatasannya.

“Karena itu ada ISDI, agar kehidupan mereka berguna dan berarti. Ada banyak rintangan dan cucuran air mata. Asuransi kesehatan pun menolak mereka karena takut rugi. Tetapi, dengan keterbatasan mereka, anak-anak ini sebetulnya juga dapat berprestasi mengangkat nama bangsa dan negara di dunia internasional,” kata Aryanti.

Kimberly, yang baru saja lulus SD (biasa dipanggil Kim Kim) pada SLB Dian Grahita, misalnya. Walaupun untuk berjalan saja Kim Kim mengalami kesulitan, tetapi begitu “nyemplung” ke kolam renang, ia bak ikat pesut yang bergerak cepat.

Michael Rosihan Yacub, yang lulus SMP, telah berpraktik kerja di British International School. Ia pun mampu mandiri. Robby Eko Raharja yang juga lulus SMP, selain lincah memainkan keyboard juga menang terus dalam acara-acara pekan olahraga.

Alumni SLB Dian Grahita, seperti Adrian Raharja, pun pernah menjadi juara I renang Porcaba 2005, mendapatkan medali perak Bocce di Taipei (Taiwan), juara I Bocce Porcaba 2007.

Tak semua anak down syndrome menyusahkan keluarganya. Seperti Marisa (16), siswa SMA Triasih di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Ia bisa mandiri dan sangat senang menari.

Betapa pun anak-anak, down syndrome ada di sekeliling kita. Adalah kewajiban kita untuk membekali mereka dengan keterampilan guna menghadapi masa depan…. (LOK)

Sumber:http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/08/humaniora/3749099.htm, Rabu, 08 Agustus 2007

Exceptional Students Part.3

2) Kesulitan belajar kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek structural intelek yang diprgunakan untuk mengetahui sesuatu. Dengan demikian kognitif merupakan fungsi mental yang mencakup persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran dan pemcahan masalah, perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalama penggunaan bahasa dan penyelesaian soal-soal matematika. Mengingat besarnya peran fungsi kognitif dalam penyelesaian ditangani sejak anak masih berda pada usia prasekolah.
3) Gangguan perkembangan bahasa
Disfasia adalah ketidakmampuan atau keterbatasan kemmpuan anak untuk menggunakan simbol linguistik dalam rangka berkomunikasi sear vrbal. Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ktika anak belajar bebicara disebut sebagai disfasia perkembangan (develompment dysphasia). Bicara adalah bahasa verbal yang memiliki komponen artikulasi, suara dan kelanaran, ekspresi bahasa bicara (ujaran) mencakup enam komponen, yaitu : fonem, morfem, sintaksis, semantic, prosodi (itosasi) dan pragmatik. Kesulitan belajar bicara seyogyanya telah diketahui dan diperbaiki sejak anak berada pada usia prasekolah karena berpengaruh terhadap prestasi akademik sekolah. Defisia ada dua jenis : yaitu defisia reseptif dan defisia eksprsif. Pada defisia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang diengar karena menglami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada defisia eksprsi anak tidak mengalami didapat gangguan pemahaman bahasa, tetapi ia sulit mengekspresikan kata secara verbal. Anak dengan gangguan perkembangan bahasa akan berdampak pada kemampuan membaca dan menulis.
4) Kesulitan dalam penyesuaian perilaku social
Pada anak yang periakunya tidak diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh seama anak, guru, maupun orang tua. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karena sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan atau berbagai perilaku neatif lainnya. Jika kesulitan penyesuaian perilaku social ini tidak secepatnya ditaangani maka tidak hanya menimbulkan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungan.

Sumber: www.scribd.com/doc

Exceptional Students Part.2

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Dikbud (1996/1997) diketahui bahwa kesulitan belajar yang dialami anak pada umumnya tidak hanya satu jenis saja. Hal in dapat dijelaskan karena jika anak mengalami kesulitan belajar pada salah satu dari kemampuan akademik utama, yait membaca, menulis atau berhitung dan kesulitan tersebut tidak segera diatasi, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan dalam bidang yang lain karena ketiga kemampuan tersebtu merupakan kemampuan utama untuk dapat mempelajari pengetahuan yang lain. Baik anak berkesulitan belajar, lamban belajar, hambatan-hambatan maupun tunagrahita, semuanya mengalami masalah belajar.

Umumnya prestasi belaja anak tersebut rendah. Anak yang mempunyai prestasi belajar rendah utuk semua atau hampir semua mata pelajaran disebut sebagai berkesulitan belajar umum. Jadi anak berkesulitan belajar umum ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk semua/hampir semua mata pelajaran. Mengenai anak berkesulitan belajar spesifik (spesific learning disability), juga dapat dibagi menjadi dua jenis, ialah kesulitan belajar praakademik dan kesulitan belajar akademik.

1. Kesulitan Belajar Praakademik
Kesulitan belajar praakademik sering disebut juga sebagai kesulitan belajar developmental. Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar developmental, Gangguan Motorik dan persepsi Gangguan motorik disebut dispraksia, mencakup gangguan pada motorik kasar, penghayatan tubuh, dan motorik halus. Gangguan persepsi mencakup persepsi penglihatan atau persepsi visual. Persepsi pendengaran atau persepsi auditorik, presepsi heptik (raba dan gerak atau taktil dan kinestik), dan intelegensi system persepsual. Jenis gangguan ini perlu penanganan secara sistematis karena pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif yang pada gilirannya juga dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar akademik. Dispraksia atau sering disebut clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya gangguan dalam intelegensi auditor-motor. Anak tida mampu melaksanakan gerakan bagian dari tubuh dengan benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota tubuh, manifestasinya dapat berupa disfasia verbal (bicara) da non verbal (menulis, bahasa isyarat dan panomim).

Ada beberapa jenis dispraksia, yaitu :
1. Dispraksia ideomotoris
2. Dispraksia ideosional
3. Dispraksia konstruksinal
4. Dispraksia oral
a) Dispraksia ideomotoris ditandai kurangnya kemampuan dalam melakukan gerakan praktis sederhana, seperti menggunting, menggosok gigi atau menggunakan sendok makan. Gerakannya terkesan canggung dan kurang luwes. Dispraksia ini sering merupakan kendala bagi perkembagan bicara.
b) Dispraksia ideosional : anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi tidak mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan yang tidak tenang. Kesulitannya erletak pada urutan gerakan, anak sering bingung mengawali suatu aktivitas, misalna mengikuti irama musik.
c) Dispraksia konstruksinal : anak mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan-gerakan kompleks yag berkaitan dengan bentuk, seperti menyusun balok dan menggambar. Kondisi ini dapat mempengaruhi gangguan menulis (disgrafia). Hal ini disebabkan dengna kebutuhan khususan

Sumber: www.scribd.com/doc

Exceptional Students Part.1

Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis :
(1). Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya rendah karena factor eksternal. Disebut sebagai anak yang mengalami hambatan belajar
(2) anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (mislanya membaca, menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga karena factor neurologis, disebut sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik atau spesific learning disability
(3) anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar atua slow learner
(4) anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya hambatan-hambatan kmunikasi dan social, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata disebut sebagai retardasi mental atau tunagrahita.

Pengelompokan ini penting karena pada umumnya secara pendidikan kadang-kadang mereka memiliki gejala yang sama, ialah sama-sama mengalami kesulitan belajar atau problema dalam belajar. Jika kita dapat menganalisis dan mencari sumber penyebab seta dapat mengelompokkan secara tepat, maka kita dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. . Di Indonesia belum ada definisi yang baku mengenai berkesulitan belajar dan klasifikasi seperti yang dijelaskan di atas. Meskipn demikian dala penerapan di lapangan Balitbang Dikbud (1997) merumuskan anak berkesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “Anak berkesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lian sehingga prestasi belajanya rendah dan anak-anak tersebut berisiko tinggi tinggal kelas” Anak berkesulitan belajar memungkinkan juga mengalami gangguan fisik, social dan mental yang ringan sehingga cukup mengganggu mereka dalam menangka[ pelajaran jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelainan. Tetapi anak berkesulitan belajra sumber utama penyebabnya dalah bukan karena IQ yang rendah atau keterbelakangan intelektual, kecatatan fisik yang lain, ekonomi dan social, melainkan semata-mata karena terkait dengan disfungsi neurologis. Anak yang mengalai ganggung penglihatan jauh akan mengalami kesulitan jika ditempatkan di tempat duduk palign belakang, demikian juga dengan anak yang mengalami ganggunan pendengaran. Anak yang memiliki intelegensi sedikit di bawah rata-rata (slow learner) memerlukan penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar mereka dapat memahami pelajaran denga baik. Anak yang mengalami gangguan tingkah laku perlu cukup perhatian terhadap persoalan social yang dihadapinya agar dapat mengkonsentrasikan diri pada pelajaran.

Sumber: www.scribd.com/doc

Pendidikan Nak Berkebutuhan khusus Part.3

Anak berkebutuhan khusus adalah siswa (di bawah 18 tahun) yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Juga ada siswa dengan layanan pendidikan khusus, yaitu siswa yang ada di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Anak2 termasuk memerlukan pendidikan khusus (PK) karena beberapa kondisi berikut: A. tunanetra, B tunarungu, tunawicara; C. tuna grahita ringan dan sedang; D. tuna daksa ringan n sedang; E. tunalaras, HIV, AIDS, dan narkoba; F. autism, syndrom asperger; G. tuna ganda;, H. kesulitan belajar, lambat belajar (ADHD,disgrafia, discalculia, dislexia, dispraxia);, I. gifted (IQ >125) n talented (bakat istimewa),indigo

pendidikan layanan khusus (PLK) karena:
a. daerah tbelakang/tpencil.pedalaman/pulau terluar/anak TKI
b. masyarakat etnis minoritas terpencil
c. pekerja anak/pelacur anak/trafficking/ lapas anak/ anak jalanan/ anak pemlung
d. pengungsi (gempa, konflik)

Sumber: www.mandikdasmen.depdiknas.go.id

Pendidikan Nak Berkebutuhan khusus Part.2

Hal-hal yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

* Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keaneka-ragaman dan menghargai perbedaan.
* Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
* Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
* Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
* Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

Sumber: www.mandikdasmen.depdiknas.go.id