Selasa, 02 Maret 2010

Contoh anak hiperaktif

Anak yang lasak bergerak sering dicap nakal. Padahal, mungkin saja ia bukan sembarang nakal tapi ada gangguan…

Memasuki usia 4 tahun, polah Rio benar-benar membuat orang tuanya kewalahan. Ia lasak bergerak. Seolah-olah tidak kenal arti lelah. Juga, teman atau anak sebayanya sering menangis setelah ‘disapa’ Rio. Ia pun dijauhi dan mendapat cap anak nakal.

‘Nakal’ seperti Rio adalah ciri dari anak yang menderita Attention Deficit Hiperactive Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas (GPPH). Dan, hubungan sosial si penderita dengan lingkungannya memang kerap jadi terganggu.

Masalahnya, jumlah penderita ADHD di Indonesia cenderung terus meningkat. Mengapa?

Bisa cuma aktif

Balita Anda kelihatan aktif? Sebenarnya, itu wajar-wajar saja. Karena, inilah usia di mana anak sedang giat-giatnya mengeksplorasi lingkungannya. “Dalam rentang usia itu, balita berada dalam fase otonomi atau mencari rasa puas melalui aktivitas geraknya. Tapi, kalau ia terlalu aktif atau malah hiperaktif, tentu saja ini tidak wajar!” tegas dr. Dwijo Saputro, psikiater anak dan Pimpinan “SmartKid”, klinik perkembangan ank dan kesulitan belajar di Jakarta.

Farhan, presenter kondang, langsung menyadari kalau anak sulungnya, Ridzky (5 tahun), kelewat aktif. “Kalau lagi senang, ia sering memutar-mutarkan badannya, berteriak-teriak, lari ke sana-sini, serta lari berputar-putar mengelilingi sebuah benda. Kalau dia senang dengan suatu gambar, langsung deh gambar itu dirobek-robek,” katanya.

Namun, Kristi Meisenbach Boylan , penulis yang tinggal di Texas, Amerika Serikat, mengaku agak kaget juga ketika dihadapkan pada kenyataan ank keduanya, Brandan , termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Padahal, awalnya ia mengira Brandan hanya agak aktif saja.

Lalu, kapan anak disebut hiperaktif? “Terus terang, tidak ada alat ukur yang bersifat obyektif dan tegas untuk menentukannya. Karenanya, para ahli sepakat menentukan sejumlah kriteria yang menjadi ciri khas. Dan, sebelum memastikannya, akan dilakukan diagnosa berdasarkan panduan sejumlah kriteria yang dibuat oleh Perhimpunan Psikiater Anak di Amerika Serikat, yakni Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM). Yang terbaru saat ini adalah DSM Seri 4,” jelas dr. Dwijo yang mengambil spesialisasi psikiatri dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, tahun 1983.

Untuk gampangnya, ADHD bisa digolongkan menjadi beberapa tipe. Kalau anak memiliki criteria konsentrasi buruk dan hiperaktif, maka gangguannya disebut ADHD tipe kombinasi. Jika kriterianya sulit berkonsentrasi, anak termasuk penderita ADHD tipe sulit konsentrasi. Lalu, anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif dan impulsif saja tergolong sebagai penderita ADHD hiperaktif-impulsif. “Kadang-kadang, ada juga anak yang sekilas kriterianya mirip ADHD. Tapi, setelah diperinci satu demi satu, ternyata tidak ada yang cocok. Nah, ini termasuk ADHD tidak tergolongkan,” jelas dr. Dwijo.

Sumber : Tabloid NOVA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar